Sabtu, 28 Desember 2013

Handoyo, Berjuang Mempertahankan Warisan Budaya Lokal Ditengah Derasnya Arus Modernisasi (2-Habis)

Sabar. Handoyo nampak sabar mengajarkan tarian topeng malangan kepada anak-anak, Minggu (29/12/13). (Comm/hfd)


Bekerja Demi Sebuah Amanat
Malang-Selama melatih, Handoyo tidak mematok tarif alias gratis. Ia sengaja melakukan hal ini karena ia mengaku kesulitan mendapatkan orang yang memiliki kepedulian untuk belajar tari Topeng Malangan, apalagi ditengah era globalisasi seperti sekarang ini. “Sekarang itu jamannya sudah berbeda, anak-anak lebih suka bermain playstation daripada harus capek-capek belajar tari Topeng Malangan,” kata pria berusia 34 tahun ini. Ia juga menambahkan bahwa tingkat kesulitan yang tinggi dalam mempelajari tari Topeng Malangan merupakan salah satu faktor mengapa generasi muda enggan untuk mempelajari kesenian ini. Atas dasar itulah Handoyo membebaskan biaya pelatihan agar membuka peluang bagi siapa saja yang mau belajar kesenian Topeng Malangan.

Karena digratiskan, maka Handoyo beserta keluarganya yang harus menutupi biaya operasional sanggar. Dulu, ia mengaku sempat mencari pekerjaan tambahan untuk menutupi biaya operasional sanggar karena penghasilan dari hasil penjualan topengnya masih belum cukup untuk menutupi biaya operasional sanggar. “Dulu itu masih sepi pembeli, jangankan untuk menutupi biaya sanggar untuk makan aja kadang masih tidak cukup,” ucap Handoyo dengan senyum

Namun sekarang, ia sudah bisa sedikit bernafas lega sebab tingkat permintaan kerajinan topeng malangan terus meningkat. Baik untuk aksesori hotel, perhiasan rumah hingga souvenir. Fakta ini menunjukan bahwa kerajinan topeng malangan mulai disukai banyak orang. “Alhamdulillah, sekarang mulai ramai pesanan, mulai dari keluarga sampai kalangan bisnis. Hal ini membuat kami semakin bersemangat untuk melestarikan kesenian ini,” tambah Handoyo

Dari hasil penjualan topeng malangan, Handoyo rela menyisihkan sebagian untuk biaya operasional sanggar. Disamping mengadakan pelatihan, Handoyo juga mengadakan pementasan yang bernama Gebyak Senin Legi. Sesuai dengan namanya, pementasan tersebut diselenggarakan setiap malam senin legi. Sebab senin legi dianggap sebagai hari sakral lahirnya dukuh Kedungmonggo.

Pementasan tersebut bertujuan untuk memberikan apresiasi kepada para siswa Asmoro Bangun yang telah rela berlatih tari topeng malangan. Dengan adanya pementasan, diharapkan motivasi tiap siswa untuk belajar akan meningkat sebab mereka akan dilihat oleh warga sekampung dalam satu panggung besar.

Berkat konsistensinya, saat ini mulai banyak wisatawan lokal maupun asing yang datang ke sanggar Asmoro Bangun, untuk belajar atau sekedar berapresiasi. Handoyo berharap kedepannya ada kerjasama yang solid antara pemerintah, pekerja seni serta masyarakat Malang Raya untuk melestarikan kesenian Topeng Malangan. Sehingga Topeng Malangan akan terus melekat sebagai warisan budaya Malang Raya ditengah gempuran arus modernisasi.(.hfd)

Klik disini Untuk Melihat Video Liputan

0 komentar:

Posting Komentar

 
Design by Free WordPress Themes | Bloggerized by Lasantha - Premium Blogger Themes | Best WordPress Themes